NASIONAL

AJI Indonesia: Nasib Kebebasan Pers Makin Mengkhawatirkan

"Dalam catatannya, kekerasan hingga intimidasi paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian."

Hoirunnisa

AJI Indonesia
Ilustrasi: Setop aksi kekerasan terhadap jurnalis. Foto: DKW

KBR, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengungkapkan kondisi kebebasan pers di tanah air kian mengkhawatirkan.

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung menyebut, nasib kebebasan pers yang mengkhawatirkan ini terlihat dengan masih hadirnya regulasi-regulasi yang mengekang, diantaranya revisi UU Penyiaran, KUHP, UU ITE, dan UU Perlindungan Data Pribadi.

"Regulasi yang mengancam kebebasan pers itu masih ada. Undang-undang Perlindungan Data Pribadi, masih ada beberapa pasar yang mengancam kemerdekaan pers dan itu bisa menjerat jurnalis dan media. Itu tentu akan bisa mengancam kemerdekaan pers, ketika seorang pejabat publik yang diungkap, misalnya kasus dugaan korupsi. Kemudian direvisi Undang-undang ITE yang kedua itu juga masih ada pasal-pasal bermasalah, kemudian satu lagi yang agak mengancam adalah Rancangan Undang-undang Penyiaran yang baru," ujar Erick kepada KBR, Jumat (3/5/2024).

Selain itu, Erick mencatat angka kekerasan terhadap jurnalis juga kian meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2022 terdapat 61 kasus dengan peningkatan di 2023 sebanyak 87. Pada 2024 hingga bulan Mei sudah terdapat 21 kekerasan terhadap jurnalis.

Kata dia, dalam catatannya, kekerasan hingga intimidasi paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian.

Sedangkan menurut data yang dilansir dari advokasi AJI, total kasus kekerasan terhadap jurnalis dari 2006 hingga 2024 sebanyak 1.059 kasus.

Dengan begitu, Erick mendorong segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis harus ditindak secara adil hingga pengadilan.

Kata dia, perlu menjunjung kesetaraan hukum bagi semua pihak baik aparat sekalipun. "Aparat kepolisian dan penegak hukum yang lain untuk semua kasus kekerasan terhadap jurnalis itu harus diproses sampai ke pengadilan, supaya ada efek jera, khususnya termasuk pelakunya adalah aparat Kepolisian, maupun TNI. Jadi tidak boleh ada kekebalan hukum terhadap siapapun di Republik ini," kata Erick.

Erick juga mendorong semua pihak untuk melakukan pelaporan sesuai dengan amanat konstitusi, seperti menghormati hak jawab, hak koreksi hingga melaporkan ke Dewan Pers.

Ia juga mengaku, AJI terus melakukan bantuan advokasi bagi para jurnalis korban kekerasan dalam upaya penegakan hukum.

Selain itu, AJI membentuk komite keselamatan jurnalis (KKJ) di sejumlah kota yang kasus kekerasannya tinggi. Komite dibentuk bekerja sama dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) hingga organisasi masyarakat sipil yang lain.

Sebelumnya, Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day 2024 diperingati pada 3 Mei 2024, dan didedikasikan guna pentingnya jurnalisme dan kebebasan berekspresi dalam konteks krisis lingkungan global kini.

Baca juga:

KSP: Perlu Upaya Menekan Angka Kekerasan terhadap Jurnalis

Represi Kebebasan Pers Terus Berulang

Editor: Fadli

  • Kekerasan
  • AJI Indonesia
  • Dewan Pers
  • Jurnalis
  • KSP

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!