NASIONAL

Represi Kebebasan Pers Terus Berulang

" "Bukan hanya Dewan Pers yang harus menjaga perlindungan pada kebebasan pers. Tetapi semua pihak, termasuk lembaga penegak hukum.""

Muthia Kusuma

Jurnalis
Ilustrasi: Aksi tolak kekerasan terhadap jurnalis di Rembang, Jawa Tengah (FOTO: KBR/Adhar Muttaqin)

Hari Kebebasan Pers Sedunia diperingati saban 3 Mei, atau tepat hari ini. Bertepatan dengan momen itu, pemerintah berkomitmen mendukung upaya perlindungan terhadap jurnalis.

Sebab menurut Pelaksana tugas (Plt) Deputi bidang Informasi dan Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden (KSP) Wandy Tuturoong, perlindungan terhadap jurnalis bagian dari hak asasi manusia.

“Intinya kita perlu perspektif hak asasi manusia ya jadi kalau terjadi kekerasan itu kita perlu lihat case-nya, kita tentu tidak ingin itu terjadi. Mungkin yang perlu dilakukan adalah dialog kenapa terjadi peningkatan kasus mislanya, Kalau dari kami kan kita perlu mendengar semua tapi tujuannya itu jangan sampai terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap jurnalis,” ucap Wandy kepada KBR, Jumat (3/5/2024).

Pelaksana tugas Deputi bidang Informasi dan Komunikasi Politik KSP Wandy Tuturoong menyebut, dialog akan melibatkan pihak-pihak terkait untuk mengupayakan perlindungan terhadap jurnalis. Antara lain dengan asosiasi profesi jurnalis dan aparat penegak hukum, termasuk kepolisian.

Baca juga:

Komitmen mengawal tegaknya kebebasan pers juga disampaikan sebagian kalangan wakil rakyat di parlemen. Salah satunya, Anggota Komisi Komunikasi dan Informatika DPR, Dave Laksono.

Namun kata dia, insan pers juga harus terus meningkatkan kualitas diri agar informasi yang dihasilkan sesuai fakta.

"Di hari media, di hari pers ini harus menjadi koreksi dan peringatan akan apa saja yang menjadi kendala pers menghadirkan berita yang baik, berita yang tepat. Penting juga untuk insan media meningkatkan kualitasnya mereka dalam melakukan penyiaran, dalam melakukan pembuatan berita, narasi yang diciptakan agar sesuai dengan fakta dan kebenarannya sehingga informasi yang disajikan tetap tepat dan sesuai," ujar Dave kepada KBR, Jumat (3/5/2024).

Anggota Komisi Komunikasi DPR, Dave Laksono juga mendorong pemerintah terus menjadi fasilitator yang baik dalam menyelaraskan kebebasan pers di tanah air. 

Baca juga:

Sementara itu, Dewan Pers menekankan penyelesaian perselisihan produk jurnalistik harus melalui proses etik, bukan pemidanaan.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu beralasan, penyelesaian secara pidana akan berdampak pada pemiskinan kebebasan pers. Itu sebab dia menegaskan pentingnya penyelesaian perselisihan melalui penggunaan hak jawab.

"Kasus-kasus sengketa yang menggunakan hak jawab ya, ini adalah penting untuk memastikan bahwa bukan hanya Dewan Pers yang harus menjaga perlindungan pada kebebasan pers. Tetapi semua pihak, termasuk lembaga penegak hukum. Karena tidak bisa, pada akhirnya Dewan Pers memutuskan itu final dan tidak bisa dibanding, tiba-tiba lembaga penegak hukum lain tidak menghormati UU Nomor 40," ucap Ninik dalam diskusi "Ketika Karya Jurnalistik Berakhir di Meja Hijau" dipantau Jumat, (3/5/2024).

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mendorong kepolisian menetapkan nota kesepemahaman tentang perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum penyalahgunaan profesi wartawan, menjadi peraturan kapolri (perkap). Tujuannya agar peraturan nota kesepahaman itu tidak perlu diperbarui setiap tahun.

Catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia membeberkan kondisi kebebasan pers di Indonesia. Seperti apa kondisi kebebasan pers saat ini? Selengkapnya simak di podcast KBR Sore dari KBR Prime.

Selain berita di atas, KBR Sore juga menayangkan informasi terkait Respons Komnas PP KIPI Terkait Efek Samping Pembekuan Darah dari Vaksin AstraZeneca, Peluang terakhir Timnas Indonesia lolos Olimpiade Paris dan informasi lainnya.

  • Jurnalis
  • Aliansi Jurnalis Independen
  • Dewan Pers
  • Hari Kebebasan Pers

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!