NASIONAL

Mommenkeu, Bantu Perempuan Kelola Finansial Keluarga

"Literasi keuangan perempuan lebih rendah dari lelaki, di rumah tangga mereka bertanggung jawab mengelola keuangan. Mommenkeu hadir menjawab tantangan tersebut."

Mommenkeu, Bantu Perempuan Kelola Finansial Keluarga

KBR, Jakarta - Selama empat tahun terakhir, Amalia Khoirun Nisa atau yang akrab dipanggil Lia, sibuk mengembangkan proyek rintisan bernama Mommenkeu. Ini adalah platform pelatihan pengelolaan finansial.

“Mommenkeu itu singkatan dari mom menteri keuangan. Fokus kita membantu ibu-ibu, mom, yang mau jadi menteri keuangan, untuk bisa saving money, manage keuangan sama nambah pemasukan,” jelas Lia.

Kelahiran Mommenkeu tak lepas dari hobi Lia yang gemar mencatat, mengarsip dan mendokumentasikan perjalanan hidupnya. Pada 2018, setelah menikah, ia iseng-iseng membagikan pengalamannya menyiapkan dana pernikahan. Konten itu diunggah di Instagram.

“Kenapa dana pernikahan? karena itu hal yang baru buatku, jadi aku juga pengin sharing untuk teman-temanku yang belum nikah,” katanya.

Tak dinyana, Lia mendapat banyak respon, terutama dari teman kuliah. Beberapa bahkan mengirim pesan pribadi dan memintanya berbagi tips soal mengelola keuangan. 

Grup percakapan pun dibentuk, kemudian berlanjut ke diskusi luring, meski hanya dihadiri tiga orang. Lia menjelaskan materi dasar pengelolaan keuangan. Pertemuan itulah yang menjadi cikal bakal Mommenkeu.

Lambat laun, animo terhadap konten financial planning di Instagram Lia terus meningkat. Hal ini menggugahnya untuk mengembangkan Mommenkeu. Terlebih, tingkat literasi keuangan perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. 

Dalam rumah tangga, perempuan dibebani pekerjaan harian sekaligus tanggung jawab mengelola keuangan keluarga. Mommenkeu diharapkan berperan membantu mereka menjawab tantangan itu. 

“Aku tidak dalam intensi bikin bisnis. Niat pertamanya adalah helping dulu ya, helping-giving. Oh ternyata ada sesuatu yang bisa dimonetisasi, akhirnya jadi bisnis,” ujar perempuan 31 tahun ini. 

Baca juga: 

Ada Asa di Balik Tumpukan Sampah (Bagian 1)

Ada Asa di Balik Tumpukan Sampah (Bagian 2)

Pengembangan awal

Proyek rintisan ini sekaligus menjadi medium Lia untuk beraktualisasi. Ia sempat stres karena berstatus sebagai ibu rumah tangga.

“Aku dulu kerja terus jadi ibu rumah tangga without money, tanpa pemasukan apapun, itu stresnya luar biasa. Kayaknya cuma ditanya sama ibu mertua 'gimana, kabarnya?' tersinggung. Akhirnya jadi sensitif juga ke anak, ke suami, hubungan jadi ga baik. Tapi once aku punya sesuatu yang aku kerjakan walaupun cuma project kecil, Mommenkeu, aku merasa lebih menghargai diriku sendiri,” kata Lia.

Di tahun yang sama, Lia membuka kelas berbayar dengan harga Rp50 ribu. Biaya dipatok murah agar bisa menjangkau kalangan bawah.

“Dulu kelasnya cepat sold out, dan ngajarnya masih pakai voicenote di Whatsapp, kami seperti itu di batch 1 sampai 3,” kenang Lia.

Alumni Institut Pertanian Bogor ini kemudian mengambil sertifikasi profesional di bidang pengelolaan keuangan. Saat ini ia sudah mengantongi Qualified Well Planner (QWP), dan berencana meningkatkan kapasitasnya hingga mencapai Certified Financial Planner (CFP).

“Memang syaratnya harus 3 tahun background-nya pernah edukasi keuangan kah, atau kerja di bidang keuangan, dst. Jadi dari 2018-2021 sebenarnya aku lagi nabung portofolio untuk daftar CFP itu,” ucapnya.

Pada 2019, Lia mengubah target pasar Mommenkeu. Ini dilatari hasil survei yang menunjukkan para peserta didominasi kalangan menengah ke atas.

Biaya pelatihan pun naik menjadi Rp300 ribu, dibarengi berbagai fasilitas tambahan, seperti video, fitur pencatatan hingga mentoring daring di grup WhatsApp

“Karena feedback dari peserta juga, harga kelasnya naik dari 50k, 100k, 150k, 200k, sampai sekarang 300k. Jadi memang naiknya bertahap, kita juga belajar,” ujar Lia.

Kelas utama Mommenkeu berisi 50 peserta, khusus untuk perempuan. Programnya intensif satu bulan dengan aneka materi perencanaan keuangan. Sejak minggu pertama peserta diminta mencatat pengeluaran mereka dan dilaporkan ke ketua kelas.

“Minggu pertama memetakan aset dan utang. Minggu kedua mulai budgeting. Minggu ketiga merencanakan keuangan supaya bisa mencapai tujuan keuangan, minggu keempat adalah evaluasi,” kata perempuan asal Bogor ini.

Selain materi dasar perencanaan keuangan, Lia juga membuka kelas tematik, misalnya tentang investasi. Hingga 2022, sudah ada 2000-an alumni kelas Mommenkeu. Namun, Lia enggan berpuas diri, perempuan asal Bogor ini punya cita-cita yang lebih besar.

“Pengennya sih bisa lebih banyak, targetnya 10-100K perempuan bisa financial independent. Mereka bukan hanya ngelola uang tapi juga bisa nambah uang, even mereka memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga full,” katanya.

Baca juga:  Tepis Stigma Janda Dipandang Sebelah Mata

Naik kelas

Memasuki tahun keempat, Mommenkeu sudah ancang-ancang untuk naik kelas. Lia merekrut tim agar dirinya bisa fokus mengajar. Langkah maju ini memunculkan beragam tantangan baru.

“Sekarang tantangannya gimana bisa bayar tim? Apa misalnya kelasnya ditambah jadi buat bayar tim juga lebih banyak,” kata Lia.

Perubahan masif di internal dan pola kerja tak jarang membuat Lia kewalahan. Beberapa kali terbersit di benak perempuan 31 tahun ini untuk berhenti. Apalagi, Lia punya kesibukan lain sebagai ibu rumah tangga dan auditor produk halal.

“Kadang burnout di satu waktu, kayak pagi aku masak, jam 9 ngonten, jam 12 webminar, ntar malem ngomongin soal bahan kimia apa, kadang agak bikin berat kepala,” ujarnya

Dukungan dari suami dan testimoni para alumni Momenkeu menjadi penguat Lia untuk tetap bertahan.

“Kalau ada cerita-cerita di IG atau di WA, ngasih tahu kondisinya sekarang sudah lebih baik. Itu sih yang bikin 'oh iya ya, ini memang harus diinget lagi, strong way mendirikan Mommenkeu,” lanjut Lia. 

Mommenkeu sudah membagikan ilmu pengelolaan keuangan kepada ribuan perempuan. Ini menjadikan Lia terpilih sebagai satu dari sembilan peserta program "Deepening Impact of Women Activators" (DIWA) untuk Women Social Entrepreneurs (WSEs) dari organisasi Ashoka Indonesia Tahun 2022. Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemimpin perempuan.

“Aku isi form pendaftarannya, ga mudah ya, pertanyaannya juga cukup sulit. Sampai dikabarin lolos, ya udah join. Menurutku worthed sekali,” ucap Lia. 

Banyak hal yang dipelajari Lia selama pelatihan. Salah satunya soal care atau perhatian yang langsung diterapkannya dalam mengelola Mommenkeu.

“Apa hal-hal yang memotivasi kamu, apa yang bikin tim kamu mau lanjut terus? Dan ternyata para founder itu mengalami hal yang sama, tim yang mungkin ilang-ilangan. Jadi lebih caring ke tim aku,” ungkapnya.

Dampak ke peserta

Bela adalah salah satu alumni Mommenkeu. Perempuan yang berprofesi sebagai dokter ini menjadi peserta pada Januari lalu. 

Sebelumnya, Bela sudah memiliki keterampilan dasar tentang pengelolaan keuangan. Namun, belum ada yang sedetail yang diajarkan di Mommenkeu, terutama soal pencatatan. 

“Programnya 30 hari dan kita diajarin untuk mencatat di aplikasi keuangan. Itu sih yang sangat berasa sampai detik ini,” kata perempuan 28 tahun ini. 

Bimbingan langsung dan intensif dengan Lia selaku mentor menjadi kelebihan Mommenkeu.

“Grup WA-nya yang sangat membantu, karena kita butuhnya diskusi ya, karena kan ga bisa ngerjain ini sendirian, butuh ada teman dan mentor. Mentor sih yang membedakan,” jelas perempuan asal Yogyakarta ini.

Materi yang Bela peroleh di kelas masih diterapkannya hingga sekarang. Ia kini juga lebih fokus merencanakan keuangan keluarganya.

“Saya konsisten mencatat terus. Aku sadar bahwa sekolah anak itu mahal dan memang harus dipersiapkan dari jauh hari. Sekarang saya sisihkan uang, ada yang saya investasikan untuk sekolah dan untuk haji,” tutur Bela.

Editor: Ninik Yuniati

  • Literasi Keuangan
  • Literasi finansial
  • Uang Bicara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!