BERITA

Mewaspadai CSR Industri Rokok

Ilustrasi

KBR, Denpasar - Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) menemukan kegiatan tanggung jawab social atau Corporate Social Responsibility (CSR) oleh industri rokok kebanyakan dilakukan di bidang pendidikan serta olahraga dan menyasar anak muda.

“Ini adalah temuan dari pemantauan media yang dilakukan IAKMI pada tahun 2015 sampai 2017,” jelas Ketua IAKMI Widyastuti Soerojo dalam Konferensi ke-12 Asia Pasifik tentang Tembakau dan Kesehatan di Denpasar, Jumat (14/9/2018).

IAKMI menemukan kebanyakan CSR industri rokok dilakukan di institusi pendidikan karena dianggap praktis dan strategis dan punya dampak yang besar bagi generasi mendatang.

“Anak muda dianggap sebagai investasi yang strategis bagi industri rokok,” lanjut Widyastuti.

Menurut Widyastuti, hal ini sulit dihindari karena aktivitas CSR adalah kewajiban bagi perusahaan sesuai Undang-undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 

Di saat yang sama, rokok dianggap sebagai sebuah produk yang “normal” sehingga CSR yang dilakukan industri rokok pun punya legitimasi.

“Apalagi Indonesia belum meratifikasi FCTC sehingga tidak ada aturan khusus soal pengendalian tembakau di sini,” tambah Widyastuti. 

FCTC adalah konvensi internasional dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang mengatur soal pengendalian tembakau.

Pada 2015 sebetulnya sudah ada Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan No 64 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Saat itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Anies Baswedan. Pasal 4 mengurai hal-hal yang harus dilakuan sekolah untuk mendukung kawasan tanpa rokok. Salah satunya termasuk menolak terhadap penawaran iklan, promosi, pemberian sponsor, dan/atau kerjasama dalam bentuk apa pun yang dilakukan oleh perusahaan rokok dan/atau organisasi yang menggunakan merk atau logo yang bisa diasosiasikan sebagai ciri khas perusahaan rokok. Pasal ini juga melarang penjualan rokok di kantin/warung sekolah.

Namun aturan ini berlaku hanya untuk pendidikan dasar dan menengah, dari SD Sampai SMA/SMK.

“Sementara CSR industri tembakau lebih masif di level pendidikan tinggi,” tambah Widyastuti.

Karena itulah saat ini IAKMI aktif mendatangi berbagai Universitas untuk memperkenalkan Panduan Kampus Bebas Rokok untuk memberi pemahaman yang lebih mendalam soal pengendalian tembakau di level pendidikan tinggi. Tujuan utamanya adalah menciptakan area yang bebas asap rokok demi menghindari paparan secondhand smoke sampai melarang iklan, promosi serta sponsorship dari industri rokok atau yayasan dari industri rokok.

Laporan terbaru dari Aliansi Pengendalian Tembakau Asia Tenggara (SEACTA) juga menyebut Indonesia ada di posisi tiga terbawah dalam Indeks Campur Tangan Industri Rokok. Ini artinya industri rokok masih banyak campur tangan dalam berbagai kebijakan publik dan kegiatan, salah satunya dalam bentuk aktivitas tanggung jawab sosial atau CSR.

Menunggangi SDGs

Hal lain yang mesti diwaspadai dari CSR industri rokok adalah ketika mereka “menunggangi” Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

“Ini yang disebut dengan CSR washing, seperti di bidang lingkungan kita mengenal istilah green washing,” papar Jalal dari Lingkar Studi CSR yang sekaligus aktivis pengendalian tembakau.

“CSR itu kan tentang tanggung jawab perusahaan atas dampak yang ditimbulkannya, terkait dengan kinerja mereka. Jadi industri rokok semestinya bertanggung jawab atas dampak kesehatan. Mereka tanggung jawab nggak kalau ada orang sakit? Kalau ada yang meninggal karena konsumsi rokok, apakah mereka menanggung keluarga yang ditinggalkan? Nggak kan?” tambah Jalal.

Selain itu, yang saat ini banyak disorot di tengah masyarakat Indonesia sekarang adalah soal sampah plastik.

“Ini sebetulnya kalah besar dengan puntung rokok di lautan. Tapi industri rokok juga tidak melakukan apa-apa,” jelas Jalal.

Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) bahkan menyebut bekerjasama dengan industri rokok untuk membersihkan laut dari sampah puntung rokok tak ubahnya dengan “meminta pencuri memasang alarm rumah Anda”.

Sejak 2014, UNDP juga sudah mengeluarkan dokumen “Perencanaan Pembangunan dan Pengendalian Tembakau”. Di situ disebutkan kalau “taktik utama yang dilakukan industri rokok adalah melakukan kegiatan CSR untuk menjauhkan citra industri rokok dari dampak kerusakan rokok itu sendiri.” Karena itu UNDP juga meminta negara-negara yang melaksanakan SDGs untuk membuat perangkat dan mekanisme untuk mengawasi campur tangan industri rokok di kegiatan SDGs.

Menurut Jalal, industri rokok sudah berupaya ‘menunggangi’ pelaksanaan SDGs dengan menjadi sponsor dari kegiatan kelompok filantropi untuk SDGs.

“Karena itu kita perlu memberi pemahaman mendalam kepada para pemangku kepentingan kalau industri rokok bertentangan dengan SDGs. Kita lihat di berbagai negara, industri rokok terus berupaya ‘menunggangi’ SDGs. Kalau kita tidak tegas, maka upaya itu akan mereka lakukan terus, apalagi masa berlaku SDGs masih panjang sampai tahun 2030.”

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) saat ini tengah menyusun rancangan aturan yang mengatur kemitraan tiga pihak untuk SDGs.

“Pertarungannya ada di dokumen itu. Bappenas penting untuk mengeluarkan industri rokok sebagai mitra untuk mencapai tujuan pembangunan dalam SDGs,” jelas Jalal.

Jalal memuji Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro yang beberapa kali bicara lugas soal pentingnya pengendalian tembakau. Terakhir, Bappenas menyatakan bahwa pengendalian tembakau juga akan masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2020-2040 mengingat seluruh target SDGs terkait dengan pengendalian tembakau. 

“Tetapi Kepala Bappenas dan teman-teman di bidang Kesehatan harus bekerja keras memastikan kalau pengertian mereka yang sudah baik dan benar ini dimiliki juga oleh rekan-rekan lainnya. Ini demi menangkal campur tangan industri rokok di proses pencapaian SDGs.”

Editor: Agus Luqman 

 

  • industri rokok
  • pengendalian tembakau

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!