RUANG PUBLIK

Ketahui 5 Jenis Golput dalam Pemilu

Ketahui 5 Jenis Golput dalam Pemilu

Istilah Golongan Putih (Golput) pertama kali dikampanyekan  tahun 1971 oleh Arief Budiman, sebagai gerakan untuk tidak menggunakan hak pilih dalam Pemilu.

Di masa itu “Golput” hadir sebagai perlawanan simbolik terhadap Pemilu Orde Baru yang tidak demokratis.

Namun, setelah kekuasaan otoriter Orde Baru berakhir, eksistensi Golput tidak semerta-merta punah. Malah, seiring dengan menguatnya iklim demokrasi di Indonesia, angka Golput terus bertambah.

Menurut data yang dihimpun Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) di Pemilu tahun 1999 Golput hanya berjumlah 7,3 persen dari total pemilih.

Satu dekade kemudian angka Golput naik menjadi 29,1 persen di tahun 2009, dan di tahun ini para pengamat memperkirakan angka Golput akan terus naik hingga mencapai 30 persen.

Jika perkiraan itu tepat, maka di Pemilu 2019 mendatang akan ada sekitar 57 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya.


Jenis-Jenis Golput

Meski sama-sama tidak menggunakan hak pilih, nyatanya Golput terdiri dari kelompok orang dengan motivasi dan kondisi yang berbeda-beda.

Hal ini dijelaskan Nyarwi Ahmad, staf pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi UGM, dalam makalahnya yang berjudul Golput Pasca Orde Baru, Merekonstruksi Ulang Dua Perspektif (2009). Di situ ia menghimpun sejumlah jenis Golput yang ada di Indonesia, yakni:


1. Golput Teknis

Golput Teknis adalah mereka yang tidak menggunakan hak pilih karena sebab-sebab teknis, semisal karena berhalangan hadir ke acara pemilihan, keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah, atau namanya tidak terdaftar sebagai pemilih akibat kesalahan penyelenggara Pemilu.


2. Golput Pemilih Hantu

Pemilih hantu atau ghost voter mengacu pada nama-nama yang ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), namun setelah dicek ternyata tidak memenuhi syarat sebagai pemilih karena berbagai alasan.

Misalkan saja, nama yang terdaftar di DPT ternyata sudah meninggal, atau nama pemilih ternyata terdaftar ganda dan sudah mencoblos di tempat lain.


3. Golput Ideologis

Golput Ideologis adalah mereka yang tidak mencoblos karena tidak percaya pada sistem ketatanegaraan yang tengah berlaku.

Menurut Indra J. Piliang, penulis buku Golput dan Masyarakat Baru Indonesia (2004), kelompok Golput Ideologis ini menganggap negara sebagai korporat yang dikuasai sejumlah elit dan tidak memegang kedaulatan rakyat secara mutlak.

Golput Ideologis juga digambarkan sebagai bagian dari gerakan anti-state yang menolak kekuasaan negara.


4. Golput Pragmatis

Golput Pragmatis adalah mereka yang tidak ikut mencoblos karena menganggap Pemilu tidak memberi keuntungan langsung bagi pemilih.

Golput jenis ini menilai bahwa mencoblos ataupun tidak mencoblos, diri mereka tidak akan merasakan pengaruh ataupun perubahan apa-apa.

Indra J. Piliang mencontohkan, orang-orang yang tadinya berniat mencoblos tapi batal berangkat ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena ketiduran, bisa digolongkan sebagai Golput Pragmatis.

Golput jenis ini memandang proses politik seperti Pemilu secara setengah-setengah, percaya sekaligus tidak percaya.


5. Golput Politis

Golput Politis adalah orang-orang yang percaya pada negara dan Pemilu. Hanya saja, kelompok ini tidak mau mencoblos karena merasa kandidat-kandidat dalam Pemilu tidak mampu mewadahi kepentingan serta preferensi politik mereka.

(Sumber: Golput Pasca Orde Baru: Merekonstruksi Ulang Dua Perspektif, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2009)

 

  • Pemilu 2019
  • golput

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!