NASIONAL

Hardiknas 2024: PP Muhammadiyah Ungkap Tantangan Utama Pendidikan Nasional

"Pendidikan nasional tidak boleh hanya menjadi pabrik yang menghasilkan 'robot-robot' pekerja"

Ken Fitriani

Hardiknas 2024
Sejumlah siswa SD berpose bersama menunjukan ajakan berliterasi di Sumba Barat, NTT. (Foto: ANTARA/Kornelis Kaha)

KBR, Yogyakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut, peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini sejatinya dijadikan momen untuk merefleksikan tantangan mendalam yang dihadapi pendidikan nasional kedepan.

Menurut Haedar, pendidikan nasional tidak boleh mengabaikan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya luhur bangsa.

Hal ini sejalan dengan fakta mengkhawatirkan terkait posisi Indonesia dalam Human Development Index (HDI) yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Tingkat daya saing bangsa juga masih berada di bawah rata-rata. Bahkan dalam hal kecerdasan, Indonesia masih terkendala dalam mencapai posisi yang diharapkan.

"Artinya, pendidikan nasional Indonesia sejatinya masih belum setara dengan negara-negara lain," kata Haedar, Kamis (2/5/2024).

Haedar menekankan, tugas para perumus kebijakan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan hingga mencapai tingkat unggul dan berkelanjutan.

Proses ini membutuhkan komitmen yang kuat, sebab pendidikan merupakan proses jangka panjang dan strategis yang memerlukan konsistensi.

"Pergantian Menteri Pendidikan adalah hal yang biasa. Namun pentingnya kesinambungan dalam kebijakan pendidikan nasional tidak boleh terganggu," ujarnya.

Baca juga:

Hardiknas 2024: YLBHI Kritisi Tujuh Hal Krusial Pendidikan Nasional

Di sisi lain, Haedar Nashir juga menyoroti peran penting sektor swasta dalam pengembangan pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan yang berbasis pada gerakan sosial-keagamaan. Lembaga-lembaga seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Taman Siswa memiliki sejarah panjang dalam memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendidikan nasional serta perjuangan kemerdekaan.

“Maka menjadi naif bila ada pikiran-pikiran dalam perumusan kebijakan pendidikan nasional memarjinalkan peran swasta kemasyarakatan-keagamaan, justru kebijakannya harus integratif dan proporsional,” tegasnya.

Haedar menambahkan, dalam persaingan antara pendidikan negeri dan swasta, terutama yang berbasis keagamaan dan masyarakat yang non-profit, harus dilihat sebagai potensi untuk membangun pendidikan Indonesia secara bersama-sama. Ia menekankan bahwa mempertentangkan kedua sektor tersebut hanya akan menghambat upaya pembangunan pendidikan secara holistik.

"Pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Hanya dengan bekerja secara bersama-sama, Indonesia dapat membangun sistem pendidikan yang inklusif dan merata, serta mendorong kemajuan pendidikan untuk generasi mendatang," terangnya.

Haedar juga mengingatkan pentingnya membangun generasi Indonesia yang memiliki jiwa dan karakter yang kuat. Pendidikan nasional tidak boleh hanya menjadi pabrik yang menghasilkan 'robot-robot' pekerja yang tidak memiliki jiwa dan akal budi.


"Membangun Indonesia melalui pendidikan haruslah meliputi jiwa dan raga," tegas Haedar.

Lebih lanjut, Haedar mengungkapkan bahwa menjadi sebuah distorsi jika pendidikan hanya menghasilkan individu yang mekanis dan kurang memiliki kedalaman jiwa.

Pendidikan Indonesia harus menghasilkan insan-insan yang kuat dalam religiusitasnya, berakar pada iman dan takwa dengan akhlak yang mulia, berilmu, mahir dalam penguasaan teknologi, dan memiliki keahlian dalam berbagai bidang.

"Mereka juga diharapkan menjadi individu yang berjiwa sosial, mampu hidup secara bergotong royong dan berkontribusi bagi kemajuan masyarakat," imbuh Haedar.

Dia juga menegaskan, pentingnya membangun pendidikan yang holistik, yang tidak hanya mengutamakan aspek akademis dan teknis, tetapi juga menekankan pengembangan jiwa dan karakter yang kokoh bagi generasi penerus bangsa.

"Hanya dengan pendekatan yang komprehensif seperti ini, Indonesia dapat menghasilkan insan-insan yang berdaya saing tinggi dan memiliki kontribusi yang berarti dalam membangun bangsa yang lebih baik, " pungkasnya.

Baca juga:

Survei Indeks Integritas Pendidikan KPK: Perilaku Masih Koruptif

FSGI: Noda Dunia Pendidikan, Seleksi PPPK Diwarnai Praktik Uang

Editor: Fadli

  • korupsi
  • Pendidikan
  • Hardiknas 2024
  • KPK
  • PP Muhammadiyah

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!