NASIONAL

Politisasi Bansos Berlanjut di Pilkada 2024?

"Tren bagi-bagi bansos dan ketidaknetralan aparat akan berlanjut di pilkada."

Shafira Aurel, Hoirunnisa

Politisasi Bansos Berlanjut di Pilkada 2024?
Ilustrasi: Seorang warga menerima bantuan sosial uang dan beras dari pemerintah. Foto: Antara

KBR, Jakarta- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menduga politisasi bantuan sosial (bansos) akan kembali digencarkan pada Pilkada 2024.

Peneliti Perludem Heroik Pratama memprediksi tren bagi-bagi bansos dan ketidaknetralan aparat akan berlanjut di pilkada.

Sebab ia menyebut, lemahnya regulasi dan replikasi dugaan praktik-praktik culas dalam Pemilu Presiden, menjadi celah yang bakal dimanfaatkan para kandidat kepala daerah.

“Roda dalam konteks politik bansos kita itu sudah ada siklusnya. Yang perlu diawasi adalah ketika misalnya nanti penjabat kepala daerah ini maju ada dalam tanda kutip meskipun mereka tidak terlibat dalam bagi-bagi bansos ada klaim politik di dalamnya. Klaim politik bahwa bansos itu dipersonalisasi oleh penjabat kepala daerah yang maju menjadi calon kepala daerah untuk kepentingan elektoralnya," ujar Heroik dalam Refleksi Hasil Pemantauan Kinerja dan Netralitas Penjabat Kepala Daerah dalam Pemilu 2024, Senin, (29/4/2024).

Untuk itu, Peneliti Perludem Heroik Pratama mendesak ada regulasi bansos yang lebih ketat dan jelas dalam periode Pilkada 2024. Ia juga berharap ke depan penegakan hukum dapat diterapkan secara transparan dan tegas. Sebab menurutnya, penegakkan hukum pada pesta demokrasi cenderung melemah dan berpihak.

Berdasarkan informasi KPU, Pilkada Serentak 2024 akan memilih pimpinan dari 545 daerah seluruh Indonesia yang terdiri dari 37 Provinsi, 415 Kabupaten dan 93 kota. Pilkada 2024 diselenggarakan serentak, Rabu, 27 November 2024.

Pendapat Berbeda Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) menyebut perlu ada pedoman dan batasan dalam pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah, guna mencegah keterlibatannya dalam memenangkan salah satu peserta pemilu.

Sebab ia meyakini, telah terjadi ketidaknetralan penjabat yang sebagiannya berkelindan dengan pemberian bantuan sosial (bansos) yang terjadi pada beberapa daerah, yaitu Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.

"Dalam pertimbangan hukum putusan-putusan diatas pada prinsipnya mahkamah menegaskan bahwa perlu adanya kaidah dan ketentuan hukum yang memberikan pedoman dan batasan dalam pengangkatan Pj kepala daerah. Sebab sekalipun kedudukan Pj bersifat sementara di masa transisi. Namun, memegang peran strategis untuk ikut menjamin penyelenggaraan pemilu agar dapat berlangsung secara jujur dan adil. Oleh karena itu diperlukan Pj kepala daerah yang memiliki integritas dan pemahamannya utuh terhadap ideologi Pancasila, NKRI, setelah pemahaman terhadap politik nasional yang baik," ujar Enny dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) atas putusan gugatan PHPU Pilpres 2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK RI, Jakarta, Senin, (22/4).

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga menegaskan pentingnya Aparatur Sipil Negara atau ASN untuk taat hukum dan norma yang berlaku.

Lebih lanjut, Enny menyebut ada kelemahan hukum pada Undang-Undang Pemilu membuka celah-celah terjadinya kecurangan. Untuk itu, ia mendorong agar ke depan celah hukum ini dapat disempurnakan demi kesehatan dan keadilan demokrasi.

Catatan KPK

Sorotan penyaluran bansos menjelang pemilu juga datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan apabila ditemukan anggaran bansos meningkat signifikan menjelang pemilu atau pilkada maka patut dicurigai. Bisa jadi itu untuk kepentingan kemenangan calon petahana atau kerabat kepala daerah yang ikut pilkada.

Alex Marwata mengatakan perlu ada aturan terkait penyaluran bansos di momen pemilu.

“Alangkah baiknya mungkin lewat Perda atau apa pun, Kemendagri sebetulnya mungkin kan? supaya dua bulan sebelum pilkada enggak ada-lah penyaluran bansos dan lain sebagainya. setop. itu. khawatirnya itu tadi, dipolitisasi. Kan enggak fair (adil) kalau petahana atau kerabatnya kemudian mencalonkan diri kemudian melakukan kampanye dengan menggunakan bansos dan lain sebagainya,” ucap Alexander kepada awak media di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, (20/3/2024).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan dari temuan KPK, banyak warga memilih calon tertentu karena tergiur pemberian uang atau barang.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • Pilkada 2024
  • Pilkada Serentak
  • Bantuan Sosial
  • Bansos
  • Perludem

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!