NASIONAL

MK Tolak Sengketa Pilpres, Nasdem: Hak Angket Tak Relevan Lagi

"Saya ini mengira esensi dari pada keberadaan hak angket sudah jauh dari pada harapan kita bersama."

Shafira Aurel

MK Tolak Sengketa Pilpres, Nasdem: Hak Angket Tak Relevan Lagi
Ketum NasDem Surya Paloh memberikan keterangan pers usai bertemu Prabowo Subianto di NasDem Tower, Jakarta, Jumat (22/3/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

KBR, Jakarta - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai hak angket DPR RI untuk mengungkap dugaan kecurangan Pilpres 2024 tidak relevan lagi. Sebab kata dia, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menolak seluruh permohonan sengketa pilpres baik dari pasangan Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud.

"Progres perjalanan waktu sejujurnya membuat hak angket sudah tidak up to date lagi untuk kondisi hari ini. Ini menurut Nasdem. Satu proses perjalanan minute by minute, jam by jam, waktu ke waktu, hari ke hari, saya ini mengira esensi dari pada keberadaan hak angket sudah jauh dari pada harapan kita bersama," ujar Surya pada awak media di Nasdem Tower, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Paloh mengatakan Nasdem tidak akan menghalangi dan akan tetap mendukung pihak-pihak yang akan mengajukan hak angket di DPR.

Sementara itu, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Firman Jaya Daeli mengatakan masih menunggu instruksi Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Dia memastikan partainya masih konsisten mengajukan hak angket.

Baca juga:

Pengguliran hak angket dugaan kecurangan pilpres pertama kali diusulkan Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Usulan hak angket juga sempat disuarakan saat sejumlah anggota DPR interupsi di rapat paripurna DPR, Selasa (5/3/2024). Ketiganya yakni Aria Bima dari PDIP, Luluk Nur Hamidah dari PKB, dan Aus Hidayat Nur dari PKS.

Editor: Wahyu S.

  • Pemilu 2024
  • DPR
  • #kabar pemilu KBR
  • #PemiluDamaiTanpaHoaks
  • Hak Angket
  • nasdem

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!